“POSITIVE DEVIANCE”: PENYIMPANGAN POSITIF SEBAGAI MODEL DALAM MENGATASI MASALAH GIZI BURUK

(Studi Pada Masyarakat Bungus Teluk Kabung Kota Padang)

A. Latar Belakang 

Dalam disiplin sosiologi, studi tentang perilaku menyimpang lebih banyak difokuskan
pada perilaku-perilaku yang negatif. Sehubungan dengan itu maka sebagian besar dari teori
ataupun riset mengenai perilaku menyimpang menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan
tindakan kejahatan, seperti: mencuri, kenakalan remaja, homoseksual, ketergantungan obat, ,
gangguan mental, dll. Bahkan salah satu mata kuliah dalam sosiologi yaitu Sosiologi Perilaku
Menyimpang berisi tentang perilaku-perilaku negatif tersebut.

Salah satu definisi yang paling sering digunakan dalam studi perilaku menyimpang
adalah definisi yang dikemukakan oleh Becker. Perbuatan penyimpangan tidak berdiri
dengan sendirinya. Suatu perbuatan disebut menyimpang bilamana perbuatan itu  dinyatakan
sebagai menyimpang. Becker (1963: 9)menerangkan bahwa penyimpangan bukanlah kualitas
dari suatu tindakan yang dilakukan orang, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan
penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut.
Penyimpang (orang yang menyimpang) adalah seorang yang memenuhi kriteria definisi itu
secara tepat. Dengan demikian penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai 
pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
Definisi tersebut sangat jelas dipengaruhi oleh perspektif reaksi social (labeling) karena
suatu perbuatan itu dapat disebut menyimpang karena dua hal yaitu konsekuensi adanya
peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain. Konsekuensi dari adanya
aturan menunjukkan bahwa perilaku itu disebut menyimpang apabila adanya norma yang
disepakati secara bersama. Adanya norma merupakan syarat mutlak untuk menentukan
apakah perilaku itu menyimpang atau bukan. Sedangkan adanya penerapan sanksi yang
dilakukan oleh orang lain menunjukkan bahwa perilaku yang keluar dari norma yang telah
disepakati akan mendapatkan sanksi dari anggota masyarakat lainnya. Adanya sanksi
menunjukkan adanya penyimpangan. Tetapi adanya sanksi secara tidak langsung juga
membatasi pengertian bahwa seolah-olah penyimpangan hanya dalam pengertian yang
negatif karena tidak ada sanksi yang diberikan untuk penyimpangan yang dapat diterima
(positif). 
Untuk semua tujuan praktis, studi sosiologi mengenai penyimpangan merupakan studi
mengenai penyimpangan yang ditolak (negatif). Oleh karena itu, terminology “menyimpang”
lebih banyak dipahami sebagai perilaku-perilaku yang negatif (abnormal) didalam masyarakat.
Para Sosiolog belum banyak melakukan studi menyangkut bentuk-bentuk penyimpangan
yang dapat diterima (positif). Dalam literature sosiologi hanya sedikit yang mencoba
mempelajari tentang perilaku penyimpang positif (Ben-Yehuda, 1990; Heckert: 1989; Dodge,
1985). Mereka mendapat perlawanan yang kuat bahwa positive deviance dapat eksis sebagai
sebuah konsep (Goode, 1991; Sagarin, 1985).
Konsep  Positive Deviance  (penyimpangan positif) pertama kali muncul dalam tulisan
Wilkins (1964:46) yang menggambarkan  penyimpangan (deviance)  seperti  sebuah  kurva
berbentuk lonceng, dimana tindakan-tindakan penuh dosa (penyimpangan negatif) berada di
sebelah kiri dan tindakan-tindakan penuh suci (Positive Deviance) berada di sebelah kanan.

DOWNLOAD

0 komentar " “POSITIVE DEVIANCE”: PENYIMPANGAN POSITIF SEBAGAI MODEL DALAM MENGATASI MASALAH GIZI BURUK ", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar

Followers